Bantuan Nyata untuk Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan Seksual
Bantuan untuk perempuan disabilitas korban kekerasan seksual dan akses keadilan.
KamiBijak.com, Infosiana - Perempuan disabilitas sering kali menjadi kelompok yang paling rentan terhadap kekerasan seksual, namun akses mereka terhadap keadilan masih sangat terbatas. Kasus terbaru di Bandung melibatkan seorang perempuan tunarungu berusia 23 tahun yang menjadi korban pemerkosaan oleh belasan pelaku, menggambarkan urgensi masalah ini. Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), 60 persen korban kekerasan seksual di Indonesia adalah perempuan disabilitas.
Selain itu, laporan UN Women menunjukkan hingga 83 persen perempuan disabilitas pernah mengalami kekerasan seksual selama hidup mereka, menekankan perlunya langkah sistemik untuk mengatasi isu ini. Kekerasan seksual tidak hanya melukai fisik tetapi juga memberikan dampak psikologis yang berat, terutama bagi perempuan disabilitas yang sering kali menghadapi stigma tambahan dari masyarakat.
Hambatan Akses Keadilan bagi Perempuan Disabilitas
Perempuan disabilitas menghadapi berbagai hambatan sistemik ketika mencari keadilan setelah mengalami kekerasan seksual. Berikut adalah beberapa tantangan yang mereka hadapi:
Kesaksian Korban Sering Diragukan
Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, mengungkapkan bahwa aparat penegak hukum sering kali meragukan kesaksian korban, terutama jika mereka memiliki disabilitas intelektual. Hal ini memperparah ketidakadilan yang dialami oleh korban. Keraguan ini mencerminkan kurangnya pemahaman tentang bagaimana trauma memengaruhi cara korban mengingat dan menyampaikan informasi, terutama ketika korban memiliki kebutuhan khusus.
Ketidakpekaan Penanganan
Contoh lain adalah kurangnya sensitivitas aparat dalam menangani kasus korban dengan disabilitas netra atau tuli. Pertanyaan seperti "bisakah Anda memberikan ciri-ciri pelaku?" sering kali muncul, padahal korban mungkin tidak memiliki kemampuan untuk mengenali pelaku. Pendekatan yang tidak sensitif ini tidak hanya memperburuk pengalaman korban tetapi juga memperbesar kemungkinan kasus tidak diproses lebih lanjut.
Minimnya Fasilitas Penunjang
Korban dengan disabilitas tuli sering kali tidak mendapatkan akses ke juru bahasa isyarat, yang seharusnya menjadi fasilitas dasar untuk membantu mereka berkomunikasi dalam proses hukum. Pemerintah telah mulai menyediakan pelatihan bagi aparat penegak hukum untuk memahami bahasa isyarat, sementara beberapa lembaga seperti Komnas Disabilitas juga bekerja sama dengan organisasi lokal untuk memastikan tersedianya juru bahasa isyarat di kantor polisi dan pengadilan. Selain itu, banyak kantor polisi yang belum dilengkapi dengan fasilitas ramah disabilitas, seperti aksesibilitas fisik atau perangkat teknologi pendukung, sehingga korban harus menghadapi hambatan tambahan hanya untuk melaporkan kejahatan.
Diskriminasi dan Stigma
Stigma sosial terhadap perempuan disabilitas membuat banyak korban ragu untuk melaporkan kekerasan seksual yang mereka alami. Misalnya, seorang perempuan dengan disabilitas netra di Yogyakarta menceritakan bahwa ia pernah menghadapi pelecehan verbal, tetapi ketika mencoba melaporkan kasusnya, ia malah mendapatkan komentar sinis dari aparat. Pengalaman seperti ini menunjukkan bahwa stigma tidak hanya menghambat keberanian korban untuk melapor tetapi juga menciptakan lingkungan yang tidak mendukung pemulihan mereka. Mereka sering kali khawatir bahwa pengalaman mereka tidak akan dipercaya atau malah akan disalahkan. Diskriminasi ini berkontribusi pada rendahnya tingkat pelaporan kasus kekerasan seksual pada perempuan disabilitas.
Langkah Konkret untuk Membantu Korban
Bahrul Fuad memberikan beberapa langkah yang dapat dilakukan masyarakat untuk membantu perempuan disabilitas korban kekerasan seksual:
1. Amankan Korban
Pastikan korban berada di tempat yang aman untuk menghindari ancaman lebih lanjut dari pelaku. Lingkungan yang aman adalah langkah awal yang penting untuk memulai proses pemulihan korban.
2. Cari Bantuan Lembaga Pendamping
Hubungi lembaga seperti LBH Apik atau women crisis center lainnya untuk mendapatkan pendampingan hukum dan psikologis bagi korban. Anda juga dapat menghubungi layanan hotline nasional di 129 atau organisasi lokal seperti Pusat Krisis Perempuan untuk bantuan tambahan. Pendampingan ini sangat penting untuk membantu korban memahami hak-hak mereka dan bagaimana proses hukum dapat berjalan.
3. Identifikasi Jenis Disabilitas
Kenali spektrum disabilitas korban agar dapat memberikan dukungan yang sesuai, seperti juru bahasa isyarat atau alat bantu lain. Pemahaman yang tepat tentang kebutuhan korban dapat membuat proses pendampingan menjadi lebih efektif dan manusiawi.
4. Libatkan Organisasi Penyandang Disabilitas
Berkolaborasilah dengan organisasi disabilitas untuk memastikan korban mendapatkan pendampingan yang tepat selama proses hukum. Organisasi ini memiliki keahlian dan pengalaman yang dapat membantu memfasilitasi komunikasi antara korban, aparat penegak hukum, dan pendamping hukum.
5. Hubungi Komnas Perempuan dan Komisi Nasional Disabilitas
Kedua organisasi ini memiliki kerja sama dalam menangani kasus kekerasan seksual pada perempuan disabilitas. Hubungi hotline darurat SAPA di 129 atau 08111129129 untuk bantuan lebih lanjut. Bantuan ini mencakup layanan konseling, pendampingan hukum, dan mediasi dengan aparat penegak hukum untuk memastikan kasus diproses secara adil.
6. Tingkatkan Kesadaran Publik
Masyarakat juga dapat berperan aktif dalam mengedukasi orang-orang di sekitar mereka mengenai isu kekerasan seksual pada perempuan disabilitas. Kampanye sosial, pelatihan bagi aparat hukum, dan diskusi komunitas adalah beberapa cara yang efektif untuk menciptakan perubahan jangka panjang. Salah satu contoh nyata adalah program "Justice for All" yang diluncurkan oleh Komnas Perempuan bekerja sama dengan organisasi internasional untuk melatih aparat hukum memahami kebutuhan perempuan disabilitas. Selain itu, kampanye "Stop Violence Now" di berbagai daerah telah berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mendukung korban kekerasan seksual.
Kesimpulan
Kekerasan seksual terhadap perempuan disabilitas adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian dari semua pihak. Kita harus bersikap proaktif dalam melindungi mereka, memastikan akses keadilan, dan memberikan pendampingan yang layak. Jangan biarkan korban menghadapi ketidakadilan sendirian. Hubungi lembaga terkait dan jadilah bagian dari solusi. Dengan meningkatkan kesadaran, mendukung korban, dan mendorong perubahan sistemik, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih aman dan inklusif untuk semua. (Restu)
Sumber: parapuan.co