KabarBijak

Haben Girma Wanita Deafblind Amerika Yang Sukses jadi Pengacara

Haben Girma seorang disabilitas Buta Tuli (DeafBlind) yang sukses menjadi seorang pengacara. simak cerita tentang Haben Girma disini!

7,450  views

KamiBijak.com, Infosiana. Menjadi penyandang disabilitas bukan halangan untuk menuntut ilmu dan mengantungkan mimpi setinggi bintang di langit. Motivasi ini membuat Haben Girma menjadi sosok yang lebih kuat. Penyandang tunanetra dan tunarungu (deafblind) tersebut kini suskses jadi pengacara.

Warga Amerika Serikat berdarah Eritrea ini berhasil menyelesaikan pendidikannya bidang hukum di Universitas Harvard pada tahun 2013. Saat itu, Ia juga mendapatkan penghargaan dari Presiden Obama untuk kategori pembawa perubahan.

Ketika itu Haben Girma tergabung dalam tim pengacara yang menuntut perpustakaan digital Scribd untuk menyediakan akses bagi penyandang tunanetra dan tuli. Namun pihak pengacara Scribd mengaku bahwa undang-undang ADA (America with Disabilities Act) hanya mengakomodasi bagi penyandang disabilitas fisik.

Haben Girma sejak kecil ikut orangtuanya menjadi imigran di Amerika Serikat. IA di besarkan di California, saat itu daerah asalnya dilanda peperangan antara Eritrea dengan Ethiopia.

Sejak kecil, Girma diajarkan untuk dapat melakukan segala tugas rumah seperti anak pada umumnya. Ia terbiasa mencuci piring, membersihkan rumah, dan membantu orangtuanya.

Ia bercerita, ketika kecil ia bertanya kepada ibunya, mengapa ia harus melakukan pekerjaan rumah padahal ia memiliki keterbatasan. Sang ibu dengan lantang menjawab, bahwa selama dirinya bisa mencuci piringnya sendiri maka ia dianggap sama seperti saudaranya yang non disabilitas.

Maka dengan semangat inilah, Girma bertekad untuk melakukan sesuatu yang anak normal tidak akan melakukannya. Untuk berkomunikasi, ia menggunakan alat bantu berupa asisstandkeyboard yang menggunakan format braile. Alat ini juga dilengkapi keyboard normal untuk digunakan oleh lawan bicaranya saat berkomunikasi.

Saat berusia 19 tahun, Girma masuk ke Universitas Lewis & Clark, Portland, Oregon, Amerika Serikat. Dirinya mendapatkan halangan dalam berinteraksi, seperti saat hendak makan siang di kafetaria kampus.

“Aku meminta kepada manajer kafetaria untuk menyediakan buku menu yang dapat diakses oleh orang buta dan tuli seperti saya ini,” ujar Girma ketika diwawancara oleh theguardian.com.

Namun mereka (manajer kafetaria) menolak membuatnya karena alasan sibuk. Maka Girma harus puas dengan makanan yang diberikan, padahal ia adalah seorang vegetarian.

Belakangan Ia menyadari bahwa tindakan pegawai kafetaria itu merupakan diskriminasi bagi dirinya dan kaum disabilitas. Ia pun mempelajari lebih dalam mengenai haknya yang tidak terpenuhi dengan memberitahukan kepada manajer kafetaria itu bahwa dirinya memiliki hak untuk mendapatkan akses yang sama seperti non-disabilitas melalui undang-undang disabilitas Amerika.

Girma terus mendalami kuliah hukumnya, dan semakin memahami hak-haknya sebagai disabilitas. Semangat ini lah yang ingin disebarkan Girma kepada masyarakat luas, tentang pentingnya masyarakat yang inklusi dan menyadarkan pembuat kebijakan untuk dapat memberikan akses yang sesuai dengan kondisi disabilitas mereka.

Ia bersyukur karena tumbuh di lingkungan yang sangat mendukung disabilitas di kota masa kecilnya, pesisir Kalifornia. Disana tidak ada perbedaan untuk ruang belajar antara disabilitas dengan non-disabilitas

Sumber : https://www.theguardian.com/society/2...

---

Jangan lupa subscribe, tinggal komentar dan share.
KamiBijakID Channel:   

Follow kami juga di sini:
Website: http://bit.ly/KamiBijakcom
Instagram: http://bit.ly/KamiBijakIDInstagram
Facebook: http://bit.ly/KamiBijakIDFacebook

Terima kasih sudah menonton, Like, Follow dan subscribe anda sangat berarti bagi kami untuk menambah semangat membuat konten yang lebih bermanfaat.