Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Disabilitas Lebih Rentan Terjadi
Berbagai pengalaman pendampingan menunjukan perempuan dan anak disabilitas lebih rentan menjadi korban kekerasan.
KamiBijak.com, Infosiana – Selama tahun 2021, RCB SAPDA telah menangani 23 kekerasan berbasis gender dan disabilitas yang sebagian besar menimpa perempuan dan anak disabilitas.
Riris Nurwendah, Konselor Psikologi RCB SAPDA menyampaikan bahwa akomodasi yang layak menghasilkan prinsip yang menular. Catatan Tahunan Layanan (Catuna) merupakan dokumentasi penanganan kasus. Namun, dokumen ini menjadi sebuah pembelajaran bagi kita dalam menangani kasus setiap prosesnya.
Kasus dibedakan mulai dari ragam disabilitas seperti disabilitas fisik, disabilitas netra, disabilitas rungu, disabilitas mental, disabilitas intelektual dan disabilitas ganda. RCB SAPDA juga menyiapkan akomodasi yang layak seperti alat tulis, komunitas, rujukan, home visit, bahkan JBI untuk mempermudah proses komunikasi secara online maupun offline.
Catur Udi Handayani, Konselor Hukum (UPT PPA Kota Yogyakarta), menyampaikan bahwa dari tahun 2018-2021, ada 569 laporan kasus kekerasan yang 10 di antaranya adalah penyandang disabilitas. Hambatan yang dialami biasanya berasal dari komunikasi, korban, pelaku, komunitas, keluarga dan hukum. Maka dari itu, dibuat form pengisian yang lebih rinci seperti ada ragam disabilitas, kerentanan dan alat bantu apa saja yang bisa dipinjam serta digunakan.
Valentina Gintings, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan (KemenPPPA RI), menyebutkan bahwa hak korban penyandang disabilitas tidak bisa dilihat secara parsial, tetapi harus secara utuh. KemenPPPA RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Standar Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak, SOP yang tercantum pada Standar Layanan ini adalah SOP makro yang mengandung komponen atau tahap utama dalam setiap fungsi layanan.
Rainy M Hutabarat, Komisioner Komnas Perempuan RI, menyampaikan bahwa ada 5 level hambatan:
1. Patriarki, sebagai perempuan yang dipandang sebagai makhluk subordinat dari laki-laki.
2. Ableism, tiap jenis disabilitas memiliki kerentanan masing-maisng yang muncul dari kondisinya.
3. Budaya yang memandang penyandang disabilitas sebagai kutukan Tuhan akibat dosa masa lalu.
4. Relasi hukum.
5. Kebijakan yang tidak berperspektif disabilitas. (Michelle/MG)
Sumber: Liputan daring Kamis 17 Februari 2022 dan https://www.youtube.com/watch?v=PtAvt3dD5Yc
#KabarBijak
#KamiBijakChannel
#GenggamDuniaTanpaSuara
Jangan lupa subscribe, tinggal komentar, dan share.
KamiBijakID Channel: http://bit.ly/KamiBijakIDChannel
Follow kami juga di sini:
Website: http://bit.ly/KamiBijakcom
Instagram: http://bit.ly/KamiBijakIDInstagram
Facebook: http://bit.ly/KamiBijakIDFacebook
TikTok: http://bit.ly/KamiBijakIDTikTok
Terima kasih sudah menonton, Like, Follow, dan subscribe Anda sangat berarti bagi kami untuk menambah semangat membuat konten yang lebih bermanfaat.