KabarBijak

Kekerasan Terhadap Perempuan Disabilitas Di Kabupaten Sleman Tertinggi Di DIY

Kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tengah menjadi sorotan. Kasus tersebut terdiri dari 6 kasus...

5,717  views

Kamibijak, Infosiana. Kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tengah menjadi sorotan. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas di DIY, paling tinggi terjadi di Kabupaten Sukabumi.

Ibnu Sukaca, selaku advokat dari Center for Improving Qualified Activity in Life of People with Disabilities (CIQAL), mengatakan bahwa kekerasan terhadap disabilitas terutama pada perempuan masih terlampau tinggi di beberapa daerah di DIY. Hal ini Ia sampaikan saat memaparkan catatan tahunan 2019 di Hotel Dafam Rohan Syariah, Gedong Kuning Yogyakarta, Kamis (9/1/2020).

Pihaknya mencatat, terdapat 29 kasus yang terjadi di DIY. Rinciannya sebanyak 19 kasus di Sleman, 9 di Bantul, dan satu di Kota Yogyakarta.

"Kasus tersebut terdiri dari 6 kasus kekerasan seksual, 19 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),  dan 4 kasus diskriminasi oleh masyarakat" ujar Ibnu, di kutip dari elshinta.com.

Ia menambahkan, kasus-kasus tersebut terjadi pada perempuan difabel intelektual, dan lainnya menimpa disabilitas tuli. Mirisnya dari 29 kasus, hanya 6 kasus yang sampai ke ranah hukum.

Faktor tingginya angka kekerasan terhadap perempuan disabilitas disebabkan kurangnya keterbukaan dari keluarga korban yang tidak mau melaporkan kasusnya. Kasus tersebut masih dipandang sebagai aib bagi keluarga yang tidak boleh disebarkan.

Faktor lainnya adalah adanya dukungan keluarga dan masyarakat membuat kasus kekerasan ini berujung kesepakatan damai. Hal ini juga terjadi lantaran biaya perkara yang tinggi, sementara anggaran pemerintah minim.

Adapun bentuk kekerasan yang sering terjadi diantaranya kekerasan fisik sebanyak 13 kasus, psikis 19 kasus, seksual 6 kasus dan penelantaran ekonomi 14 kasus. Ranah kasus terjadi seperti di ranah domestik sebanyak 25 kasus dan ranah publik sebanyak 4 kasus.

Salah seorang pendamping hukum disabilitas, Bonnie Kertareja, mengakui adanya hambatan dalam melakukan pendampingan terhadap perempuan disabilitas korban kekerasan. Hambatan itu salah satunya adalah masalah komunikasi.

Bahkan untuk dapat berkomunikasi dengan korban butuh waktu yang lama mencapai dua tahu. Hingga akhirnya korban mau terbuka dengan pendamping.

“Kebanyakan memang tidak melapor karena kesulitan untuk melapor. Dari kasus KDRT dan kekerasan seksual itu yang sampai ke ranah hukum baru ada 6," ujar Bonnie.

Selama kurun waktu lima tahun (2015-2019), Ibnu Sukaca mengatakan bahwa CIQAL telah menangani 175 kasus kekerasan terhadap perempuan difabel. Sebanyak 30 kasus terjadi pada 2015, 49 kasus pada 2016, dan 2017:38 kasus, serta 2018/2019 jumlah masing-masing 29 kasus.

"Grafik korban terus meningkat, namun grafik kasus yang tertangani sangat minim. Ini memprihatinkan tentu saja. Dan dari jumlah tersebut masih banyak kasus yang tidak terdata karena tidak adanya laporan," ujar Ibnu.

Maka sebagai tindak lanjutnya, CIQAL akan melibatkan semua elemen masyarakat untuk membentuk komunitas kecil tingkat desa, inklusif dengan kegiatan pkk dan karang taruna. Tak hanya dengan masyarakat, CIQAL juga akan berkordinasi dengan Aparat Penegak Hukum. Lalu terakhir ialah mereka berharap untuk segera disahkan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ( UU PKS). UU PKS dinilai penting untuk menjadi payung hukum bagi Aparat dalam menghadapi kasus kekerasan terhadap perempuan difabel.

Sumber : https://elshinta.com/news/196949/2020...
Link Gambar : https://hellosehat.com/hidup-sehat/se... https://krjogja.com/web/news/read/178... https://deskgram.co/p/190680674269387..