KabarBijak

Kementerian PANRB Ajak Nakes untuk Evaluasi Layanan Kesehatan Disabilitas

Lokakarya ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman para tenaga kesehatan dan praktisi di bidang kesehatan dalam isu disabilitas.

2,065  views

Kamibijak.com, infosiana – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Indonesia bekerja sama dengan tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik kepada disabilitas.

Kementerian PANRB, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dan organisasi disabilitas seperti Pertuni, PELITA Indonesia, FORMASI Disabilitas, dan PerDIK Makassar mengadakan lokakarya tentang isu disabilitas untuk tenaga kesehatan pada Rabu, (29/03/2023).

Diah Natalia, Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB, menjelaskan bahwa pelayanan kepada pasien disabilitas memerlukan pemahaman etika dan teknis yang sesuai dengan kebutuhan pasien. 

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik yang menetapkan prinsip-prinsip ketersediaan, aksesibilitas/keterjangkauan, keberterimaan, dan kualitas dalam meningkatkan pelayanan publik inklusif. 

Surat Edaran Menteri PANRB No. 66/2020 juga menetapkan standar untuk memantau sarana ramah bagi kelompok rentan. Ada 14 sarana yang harus dipenuhi oleh setiap unit penyelenggara pelayanan publik untuk memfasilitasi kelompok rentan. Kementerian PANRB akan memantau dan mengevaluasi 226 unit pelayanan publik untuk memastikan pemenuhan hak pelayanan publik yang lebih baik.

Selain pesan dari kementerian, juga terdapat materi yang dibahas dalam lokakarya ini antara lain adalah Kebijakan Pelayanan Publik prima, ramah dan inklusif, Mengenal Ragam Disabilitas dan kebutuhannya, serta Etika Melayani Pasien Disabilitas dengan narasumber dari berbagai macam latar belakang seperti, Tim Asisten Deputi Standarisasi Pelayanan Publik dan Pelayanan Inklusif, Pertuni perwakilan Provinsi Jawa Tengah, dan Tim Dokter dari Klinik SEHATARA.

Ari Trionio, selaku perwakilan Pertuni Provinsi Jawa Tengah, mengharapkan adanya layanan kesehatan yang ramah terhadap disabilitas, terutama bagi disabilitas netra. 

“Sebagai tunanetra total harapannya di setiap rumah sakit atar pusat lahanan kesehatan ada unit layanan disabilitasnya yang membantu kami,” jelasnya.

Ari juga berharap ada peningkatan kesadaran tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan terhadap disabilitas, serta dibuatnya SOP yang inklusif untuk membuat semua orang bisa mengakses layanan kesehatan dengan nyaman dan tenang tanpa distigma.

Begitu juga dengan salah satu perwakilan tim dokter dari klinik SEHATARA, drg. Marceline atau yang juga dipanggil Cece ini berpendapat bahwa ada beberapa etika yang harus dipatuhi oleh perawat dalam merawat pasien dengan disabilitas.

“Pertama-tama, bersikap ramahlah terhadap pasien Tuli, Dengar, atau disabilitas, sama saja. Kedua, tanyalah apa hambatannya, apa kebutuhannya. Ketiga, meminta izin untuk beri bantuan atau pendampingan, misalnya mau dituntun. Keempat, penting otonomi pasien itu yang berhak mengambil keputusan setuju/tidak untuk tindakan medis selanjutnya,” ungkap Cece.

Cece menegaskan bahwa perawat harus langsung bertanya pada pasien, bukan pada pendamping atau JBI (Juru Bahasa Isyarat). Meskipun ada JBI atau keluarga yang mendampingi, perawat tetap harus bertanya pada pasien secara langsung agar pasien merasa dihargai dan diperlakukan sama seperti pasien lainnya. (MG/Disha)

Sumber: Wawancara KamiBijak

 
Jangan lupa subscribe, komentar, dan share. 
 
Follow kami juga di sini: 
 
Terima kasih sudah menonton, Like, Follow, dan subscribe Anda sangat berarti bagi kami untuk menambah semangat membuat konten yang lebih bermanfaat.