BijakFun

Kisah Haru dibalik Berdirinya Pesantren Abata untuk Tuli

Pesantren Abata untuk Tuli punya kisah haru bagi sang pemilik.

3,650  views

Kamibijak.com, Hiburan – Teman-teman disabilitas tentunya memiliki hak yang sama di berbagai sektor. Salah satu sektor yang berperan begitu penting adalah sektor pendidikan termasuk pendidikan agama seperti pesantren. 

Pesantren Hafidz Qur’an Abata yang berlokasi di Manding, Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, saat ini memiliki 43 santri putri dan 6 santri putra berkebutuhan khusus. Menurut Mukhlisin Nuryanta, yang kerap disapa Ustadz Lisin, selaku pengasuh Yayasan Abata Indonesia, pesantren yang berfokus pada anak-anak Tuli ini berasal dari berbagai daerah, seperti, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Tenggarong, Kalimantan Timur. 

“Sejak dirintis dari rumah kontrakan beberapa tahun yang lalu, respons masyarakat sangat positif terhadap keberadaan pesantren Abata ini. Terbukti banyak orangtua yang memiliki anak Tuli menitipkan kepada kami,” ujar Mukhlisin dalam keterangan tertulis yang dibagikan kepada Disabilitas Liputan6.com, dikutip Rabu (2/11/2022).

Pesantren yang menampung 49 santri dari 224 pendaftar ini memiliki konsep gratis atau beasiswa, dengan memadukan dua kurikulum, yaitu kurikulum pesantren dan kurikulum pendidikan anak Tuli yang bermutu dan progresif. 

Awal mula pendirian pesantren untuk anak-anak Tuli ini berawal dari Ustadz Lisin yang kesulitan menemukan lembaga pendidikan untuk putri sulungnya yang dinyatakan Tuli sejak umur 3 tahun. Sebelumnya, pesantren ini dulunya adalah sanggar belajar wicara untuk anak Tuli yang bernama Rumah Abata. 

“Saat ini kami menerapkan terapi dengan metode lips reading atau visual phoenix yang merupakan pembelajaran materi secara visual penglihatan. Santri-santri kami diharapkan bisa berkomunikasi secara verbal, dan setiap hari mereka melakukan terapi wicara dari guru-guru yang telah bersertifikat.”

Di pensantren Abata ini, memiliki fokus pembelajaran yang mengarah pada akhlak, ibadah, penghafalan Al-Qur’an (tahfiz). 

Adanya santri dalam pesantren tersebut, tentu harus tetap dipenuhi secara kebutuhan pangan. Pesantren Abata membutuhkan sedikitnya 74 kilogram daging ayam per bulan, 150 kilogram sayuran, 330 kilogram buah, serta 74 kilogram telor. 

“Kurang lebih kami butuh dana untuk kebutuhan makan 49 santri adalah sekitar Rp 7 juta per bulan. Tentunya ini belum termasuk kebutuhan operasional untuk menggaji guru serta lainnya,” lanjut Ustadz Lisin. 

Ia bersyukur, selama ini pesantrennya kerap mendapatkan banyak bantuan walaupun dari pihaknya tidak pernah memasangkan iklan. Hal ini terjadi karena dari mulut ke mulut dan akhirnya dikenal luas oleh masyarakat. Ia juga berharap nantinya para santri dapat menempuh masa depan yang cerah. 

“Kami berharap, santri-santri kami ini kelak punya masa depan yang cerah sebagaimana anak-anak non disabilitas lainnya. Mereka adalah aset bangsa yang sangat berharga,” tutupnya. (MG/Alissa)

Sumber : liputan6.com

 
Jangan lupa subscribe, tinggal komentar, dan share. 
KamiBijakID Channel: http://bit.ly/KamiBijakIDChannel   

Follow kami juga di sini: 

 
Terima kasih sudah menonton, Like, Follow, dan subscribe Anda sangat berarti bagi kami untuk menambah semangat membuat konten yang lebih bermanfaat.