Kisah Inspiratif Yova: Mengatasi Stigma dan Gangguan Jiwa Menuju Kesembuhan
Melalui TikTok, Yova berbagi kisah hidupnya dan patahkan stigma terhadap Disabilitas mental.
Kamibijak.com, Hiburan – Yovania Asyifa Jami, seorang mahasiswi Universitas Indonesia (UI), yang beberapa tahun lalu sempat viral setelah tampil di channel YouTube presenter Irfan Hakim, kembali berbagi kisah perjuangannya dalam mengatasi penyakit mental dan menghadapi stigma yang dihadapinya.
Dalam tayangan Kick Andy malam ini di Metro TV, Yova, begitu ia akrab dipanggil, bercerita kepada Andy F Noya yang didampingi dr Jiemi Ardian SpKJ sebagai co-host.
Yova mengungkapkan bahwa perjalanan hidupnya tidaklah mudah. Sejak kecil, Yova merasakan guncangan mental akibat perpisahan orangtuanya.
Kehilangan sosok ayah membuatnya merasa kecewa dan rindu. Namun, pada saat itu sebagai seorang anak kecil, Yova belum sepenuhnya memahami perasaannya dan tidak ada yang dapat menjelaskan secara detail tentang perceraian tersebut. Ia hanya diberitahu bahwa ayahnya sedang bekerja dan berada di luar kota.
Perundungan yang dialami Yova di SMP semakin mengguncang kestabilan mentalnya. Meskipun sebenarnya ia memiliki prestasi, Yova mulai mengalami kecemasan berlebihan. Saat berada di bangku SMA, ia bahkan mulai mengalami halusinasi dan mendengar suara-suara yang sebenarnya tidak ada. Gangguan mentalnya semakin parah dan mempengaruhi perilaku, emosi, dan komunikasinya.
Sebelum mendapatkan diagnosis medis, keluarga Yova menganggap bahwa ia kerasukan jin dan memutuskan untuk menjalani rukiah (ruqyah). Meskipun upaya tersebut tidak berhasil, Yova tetap menjalani metode tersebut, bahkan menjalani rukiah inap.
Barulah pada bulan Februari 2018, keluarga Yova memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit jiwa. Yova dirawat di rumah sakit jiwa selama 21 hari, dan perkembangan mentalnya fluktuatif. Namun, setelah menjalani masa penyembuhan selama tiga bulan, terjadi perubahan yang positif dalam hidupnya.
Yova juga menyoroti pandangan masyarakat terhadap rumah sakit jiwa. Ia menyatakan bahwa stigma yang menyebutkan pasien di RSJ dikurung dan diikat adalah tidak benar.
Ia mengungkapkan bahwa di RSJ, pasien diperlakukan secara khusus dengan program rehabilitasi yang melibatkan berbagai kegiatan seperti senam olahraga, menyanyi, melukis, berkebun, dan kegiatan lain yang meningkatkan kompetensi pasien. Selain itu, sesi konsultasi juga disediakan untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan. (MG/Disha)
Sumber: mediaindonesia.com