KabarBijak

Kolaborasi Inklusif, Hadirkan Program Cegah Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Tuli

Perayaan HBII, FeminisThemis, KND RI dan Unilever Indonesia berkolaborasi dalam mencegah kekerasan seksual bagi Perempuan Tuli.

750  views

KamiBijak.com, Infosiana - Dalam rangka merayakan hari Bahasa Isyarat internasional 2024, FeminisThemis berkolaborasi dengan Komisi Nasional Disabilitas Republik Indonesia (KND RI) dan Unilever Indonesia dalam menjalankan program 3 bulan, sejak Juli hingga September 2024.

Berbagai webinar, Training of Trainers untuk fasilitator Tuli, serta workshop tatap muka edukasi tentang kesehatan seksual dan reproduksi pada 150 orang Tuli lebih telah diadakan di Bandung, Yogyakarta, dan Malang. Tujuannya untuk meningkatkan literasi kesadaran diri dan keadilan gender demi mencegah kekerasan seksual pada perempuan Tuli.  

Nissi Taruli Felicia (Nissi), Co-founder dan Direktur Eksekutif dari FeminisThemis mengatakan bahwa selama program tersebut, dia mendapatkan banyak wawasan baru. Ada 3 tantangan bagi Perempuan Tuli soal keadilan gender, adalah sebagai berikut :

  1.   Tidak terpenuhinya hak Bahasa Isyarat

Bahasa Isyarat belum diajarkan sejak dini di ruang lingkup keluarga, terutama di tengah keluarga Dengar. Bahkan di kebanyakan Sekolah Luar Biasa, anak Tuli masih diajarkan untuk membaca bibir dan didorong untuk belajar layaknya orang Dengar. Akhirnya, banyak perempuan Tuli tidak menguasai Bahasa Isyarat, yang seharusnya menjadi hak mereka untuk dapat berkomunikasi maupun mendapatkan informasi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.

 

  1. Keterbatasan pengetahuan dan akses informasi, terutama yang bersifat pribadi mengenai hak tubuh, hak kesehatan seksual, dan reproduksi

Karena mayoritas masyarakat belum memahami dunia Tuli dan Bahasa Isyarat, mereka tidak bisa memberikan akses komunikasi dan informasi yang sesuai dengan kebutuhan perempuan Tuli. Selain itu, materi edukasi hak kesehatan seksual dan reproduksi, bahkan di sekolah Dengar sekalipun, masih terbilang minim. Yang diajarkan baru sebatas materi biologi, misalnya tentang organ tubuh dan pembuahan. Topik penting seperti kebersihan organ reproduksi, hak tubuh, pencegahan dan dampak aktivitas seksual, masih dianggap tabu.

 

  1. Kecenderungan victim blaming

Karena pengetahuan yang minim mengenai hak tubuh, banyak masyarakat, bahkan di antara individu Tuli sekalipun, masih menyalahkan pihak penyintas saat mereka melaporkan kekerasan seksual.

“Secara hukum, perempuan dengan disabilitas berhak mendapatkan perlindungan yang lebih dari tindak kekerasan, termasuk kekerasan dan eksploitasi seksual. Namun nyatanya, mereka memiliki kerentanan berlapis pada kekerasan serta diskriminasi. Tugas dan fungsi KND RI adalah terus melakukan pemantauan, evaluasi, dan advokasi terhadap pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia termasuk hak para perempuan Tuli untuk mendapatkan hak edukasi kesehatan seksual dan reproduksi. Tentunya upaya ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk komunitas seperti FeminisThemis dan pelaku usaha seperti Unilever Indonesia.” ujar Dr. Rachmita Maun Harahap, S.T., M.Sn, Komisioner KND RI. (Restu)

Sumber: Press Release dari FeminisThemis

 
Jangan lupa subscribe, tinggal komentar, dan share.
 
Follow kami juga di sini:
 
 
Terima kasih sudah menonton.

Like, Follow, dan subscribe Anda sangat berarti bagi kami untuk menambah semangat membuat konten yang lebih bermanfaat.