Komnas Disabilitas Berhasil Mengadvokasi Pembuatan SIM bagi Tuli
Advokasi ini dilakukan karena adanya keluhan dari Tuli terkait pembuatan SIM A dan C.
KamiBijak.com, Infosiana – Kendala teman Tuli dalam mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM) akhirnya menemukan titik terang. Komisi Nasional Disabilitas RI (KND RI) berhasil mengadvokasikan kepada Kapolri tentang pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) A dan C bagi Tuli. Advokasi ini dilakukan oleh Rachmita M. Harahap selaku Komisioner Komisi Nasional Disabilitas RI dan segenap tim.
Awal mula advokasi ini dikarenakan pengalaman pribadinya saat memperpanjang SIM dengan prosedur yang tidak ramah Tuli dan adanya keluhan dari beberapa Tuli yang sulit membuat SIM.
“Saya datang ke Satpas untuk mendaftar (SIM), saat itu di bilang harus pakai alat bantu dengar. Setelah itu, saat ujian teori saya disuruh petugas harus pakai headset, saya bilang, Pak saya Tuli, kalau pakai headset percuma saya enggak ngerti omong apa cuma dengar suara saja. Ternyata beberapa soal ada yang pakai suara, saya bingung, mau jawab apa. Akhirnya saya tidak lolos ujian teori (dan) disuruh datang lagi,” ujar Rachmita menggunakan bahasa isyarat.
Ia juga merasa ujian teori tersebut tidak sesuai dengan Tuli. Menurutnya, jika hal ini dipaksa akan menimbulkan diskriminasi bagi Tuli.
Rachmita menceritakan baru-baru ini terdapat kasus teman Tuli yang berhadapan dengan calo pembuatan SIM dengan harga mahal dan proses pembuatan yang lama. Alasan tersebut yang membuat dirinya sebagai komisioner KND bergerak untuk membantu masalah korban Tuli dalam pembuatan SIM yang berjumlah 82 orang.
Seperti halnya yang dirasakan Lukman, salah satu korban Tuli dalam pembuatan SIM. Lukman mengalami penolakan dan berhadapan dengan calo saat ingin membuat SIM.
“Mau daftar SIM sendiri (tetapi) polisi nolak. Ditolak gara-gara saya tunarungu tidak bisa menerima SIM kedua, perasaan saya tidak tega kasihan teman-teman korban (Tuli lainnya) mencari SIM harga mahal (menggunakan calo),” kata Lukman menggunakan bahasa isyarat.
Pada 27 Juli 2022 pertemuan Kompolnas dengan Bapak Jenderal Listyo Sigit selaku Kapolri, Rachmita berkesempatan untuk memberikan sebuah kertas berisikan narasi dengan tujuan mengadvokasikan mengenai keluhan Tuli dalam pembuatan SIM. Akhirnya, pada 9 September 2022 surat Kapolri mengenai pelayanan SIM A dan C untuk Tuli sudah resmi diterbitkan dan diperuntukkan bagi pelayanan SIM A dan C untuk Tuli di seluruh Indonesia.
Rachmita juga berharap, hal ini sesuai dengan UUD No 8 tahun 2016 mengenai hak pelayanan publik yang memberikan kesempatan untuk teman Tuli bisa membuat SIM tanpa adanya diskriminasi.
“Ada Peraturan Polisi RI No. 5 tahun 2021 pasal 3 ayat 2 tentang SIM D/D1 untuk penyandang disabilitas. Pasal ini hanya mengakomodir Disabilitas fisik (daksa) tetapi tidak bisa diterapkan untuk Tuli. Jadi ada kekosongan hukum berkaitan dengan SIM untuk Tuli. Untuk itu disarankan perlu penambahan pasal dalam Peraturan Polisi RI No. 5 tahun 2021 yang isinya mampu mengakomodir pelayanan bagi disabilitas Tuli untuk menghapuskan stigma negatif Tuli,” ujarnya.
Tuli bisa memiliki SIM bukan berarti tanpa syarat. Tetap ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi yang akan berbeda dengan orang bukan Tuli yaitu, KTP, surat kesehatan, bukti pembayaran PNBP, dan penggunaaan alat bantu dengar (ABD) sesuai dengan tingkat desibel (dB) pemohon sebagai penunjang tes kesehatan.
Namun, menurut Rachmita persyaratan untuk mendapatkan SIM bagi Tuli pun masih kurang tepat, yaitu terkait syarat kesehatan yang memerlukan penggunaan ABD.
“Menurut saya syarat ini tidak perlu dicantumkan dengan pertimbangan : 1) Alat bantu dengar (ABD) hanya efektif supaya manusia bisa mendengar, faktor usia bisa menjadi salah satu faktor berkurangnya pendengaran; 2) Harga ABD cukup tinggi, apalagi kondisi sosial ekonomi Tuli beraneka ragam; dan 3) Persyaratan baca tulis, ujian teori harus disesuaikan dengan kondisi Tuli yangmana wajib menyediakan afirmasi, misalnya seluruh soal terakses secara teks tertulis bukan suara dan diberikan tambahan waktu 15 menit karena Tuli membutuhkan proses untuk membaca dengan teliti,” jelas Rachmita.
Berdasarkan hal di atas, Rachmita berharap Polri harus paham jika Tuli pun beragam, ada yang tidak bisa mendengar secara total atau masih masuk kedalam kategori kekurangan pendengaran. Teman tuli dapat mengandalkan indra mata (visual). Seperti halnya, Tuli jelas dapat melihat spion kiri kanan dan tengah untuk mengantisipasi lingkungan sekitar selama mengendarai kendaraannya. Ia juga berharap kedepannya komunitas Tuli dapat memberi edukasi kepada masyarakat termasuk Polri bahwa Tuli setara dengan orang pada umumnya.
Sumber: Wawancara (20/9/2022)
Follow kami juga di sini: