Kisah Inspiratif Wahyu Sudianta: Koreografer Tuli yang Berkarya dalam Sunyi
Wahyu Sudianta, koreografer tuli Bali, mendobrak batas dengan tari kontemporer bersama komunitas Larajiva.
KamiBijak.com, Hiburan - Di tengah dunia seni tari yang penuh warna dan irama, seorang pria tuli asal Bali, Putu Wahyu Putra Sudianta, menunjukkan bahwa sunyi bukanlah penghalang untuk berkarya. Sebagai contoh, ia memimpin Komunitas Larajiva yang berhasil tampil dalam berbagai acara, meskipun para penarinya tidak mendengar musik. Sebagai pendiri Komunitas Larajiva, ia menciptakan ruang bagi sesama tuli untuk belajar menari dan mengekspresikan diri melalui seni. Wahyu membuktikan bahwa meskipun tanpa musik, gerakan tubuh mampu bercerita lebih dari sekadar suara.
Menghubungkan Gerakan dan Sunyi: Metode Latihan Wahyu
Di Komunitas Larajiva, Wahyu menggunakan pendekatan yang unik. Tanpa alunan musik, ia memandu para penari tuli melalui isyarat tangan, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh. "Saya lebih banyak menggunakan rasa daripada gestur," ujar Wahyu melalui juru bahasa isyarat.
Pendekatan ini membuat gerakan tari menjadi lebih bermakna bagi anggota komunitasnya. Para penari merasa lebih percaya diri dan terhubung dengan seni, karena setiap gerakan yang diajarkan Wahyu tidak hanya estetis tetapi juga sarat akan makna personal dan kolektif. Salah satu tarian ciptaan Wahyu, Tari Larajiva, menjadi simbol perjuangan dan ekspresi para tuli terhadap diskriminasi. Kata "Lara" dalam Larajiva mencerminkan rasa sedih, yang kemudian diubah menjadi kebahagiaan melalui seni.
Dari Tradisi ke Kontemporer: Perjalanan Seni Wahyu
Putu Wahyu Putra Sudianta (tiga dari kanan) bersama anggota Komunitas Larajiva saat ditemui di kediamannya di Banjar Telanga Darmasaba, Abiansemal, Badung, Bali, Sabtu (14/12/2024). (Foto: Firga Raditya Pamungkas/detikBali)
Awal Mula Cinta pada Seni Tari
Sejak kecil, Wahyu sudah terpikat oleh seni tari Bali. Berawal dari menonton pementasan di pura hingga belajar secara otodidak melalui DVD, ia mengasah bakatnya dengan bimbingan guru tari di SLB Negeri 2 Denpasar. Kecintaan ini terus berkembang hingga ia melanjutkan studi tari di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
Menciptakan Tarian untuk Semua
Wahyu tidak hanya menguasai tari tradisional Bali yang penuh dengan gerakan simbolis dan ritme gamelan khas, tetapi juga mendalami tari kontemporer yang menawarkan kebebasan ekspresi dan fleksibilitas bentuk gerakan. Perpaduan ini mencerminkan keahliannya dalam menghormati tradisi sekaligus mendorong inovasi dalam seni tari. Tarian seperti "Asah Asih Asuh" dan "Dewa Baruna" menjadi bukti kemampuannya menciptakan karya yang orisinal dan penuh makna. Wahyu juga menciptakan kode isyarat untuk membantu para penari tuli memahami setiap gerakan, mulai dari gerakan kaki hingga tangan.
Komunitas Larajiva: Ruang Kolaborasi dan Ekspresi
Memberdayakan Sesama Tuli
Didirikan oleh Wahyu, Komunitas Larajiva kini menjadi rumah bagi 20 anggota tuli yang ingin belajar seni tari. Komunitas ini tidak hanya mengajarkan tari, tetapi juga menjadi tempat berbagi pengalaman dan dukungan. Salah satu anggota komunitas, Salsa Bilah Regita Cahyani, mengungkapkan, “Saya merasa senang dan nyaman bisa bergabung dengan Komunitas Larajiva karena dapat mengekspresikan keadaan saya dengan seni.” “Mereka merasa terinspirasi karena ada guru tuli yang mengajarkan mereka,” ungkap Wahyu.
Pentas dan Penghargaan
Komunitas ini kerap tampil di berbagai acara, termasuk di Inklusi Warung, Canggu. Gerakan mereka yang presisi, meski tanpa mendengar musik, menjadi daya tarik tersendiri. Wahyu juga menerima penghargaan atas kontribusinya, seperti juara lomba tari Truna Jaya dan Dayak Melihat Dunia.
Tantangan dan Harapan
Meski banyak menghadapi tantangan, seperti menciptakan kode gerakan yang kompleks, Wahyu tetap optimis. Tantangan lain yang sering dihadapi adalah memastikan semua anggota komunitasnya, yang memiliki tingkat pengalaman menari yang beragam, dapat memahami gerakan dengan tempo yang sama. Ia melibatkan penari yang tidak tuli untuk membantu menyempurnakan koreografi agar tetap selaras dengan irama musik. “Kami ingin menunjukkan bahwa seni adalah bahasa universal yang dapat menghubungkan semua orang,” kata Wahyu.
Kesimpulan
Kisah Wahyu Sudianta adalah bukti bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk berkarya. Dengan dedikasinya, ia membuka jalan bagi para tuli untuk berkarya di dunia seni tari. Jika Anda terinspirasi oleh kisah ini, mari dukung Komunitas Larajiva dan seni inklusif untuk masa depan yang lebih setara. (Restu)
Sumber: detik.com