Berita

Menuju Indonesia Inklusif: Belajar dari Jepang dan Singapura dalam Meningkatkan Aksesibilitas

Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dengan mencontoh praktik dari Jepang dan Singapura.

KamiBijak.com, Berita -  Indonesia memiliki potensi besar dalam menciptakan lingkungan yang ramah disabilitas jika mampu mengadopsi praktik terbaik dari negara-negara maju seperti Jepang dan Singapura. Hal ini disampaikan oleh Christie Damayanti, arsitek dan penyandang disabilitas pengguna kursi roda, dalam workshop “TransNusa Ramah Disabilitas” yang diadakan di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada 14 April 2025.

Christie, yang juga dikenal sebagai blogger dan advokat aksesibilitas, mengungkapkan bahwa Jepang merupakan contoh ideal dalam penyediaan fasilitas publik yang inklusif. Ia menyoroti penggunaan travelator kecil di tangga stasiun, ramp landai, dan pegangan besi di hampir semua fasilitas umum sebagai bentuk nyata perhatian Jepang terhadap mobilitas penyandang disabilitas.

"Jepang sangat memperhatikan kebutuhan disabilitas, bahkan guiding block berwarna kuning tersedia di hampir semua trotoar dan gedung publik, termasuk Terminal Bus Shinjuku," ujar Christie.

Christie Damayanti (Foto : Dok International Media)

Sementara itu, Singapura juga dinilai sukses menciptakan sistem transportasi publik yang sangat inklusif. Menurut Christie, semua stasiun MRT di Singapura sudah dilengkapi lift, jalur landai, dan toilet khusus disabilitas. Bahkan halte bus pun dirancang agar pengguna kursi roda dapat naik dan turun dengan mudah. Yang tak kalah penting, pemerintah Singapura melibatkan komunitas disabilitas sejak tahap awal perencanaan infrastruktur.

Namun, Christie mengingatkan bahwa membangun fasilitas ramah disabilitas bukan hanya soal teknologi atau sarana fisik, tetapi juga tentang filosofi desain yang inklusif. Ia menekankan pentingnya empat prinsip utama: keselamatan, kenyamanan, kesederhanaan, dan kegunaan sebagai dasar menciptakan lingkungan yang aksesibel.

“Banyak fasilitas di Indonesia masih belum konsisten, seperti guiding block yang terputus atau ramp yang terlalu curam. Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara regulasi dan implementasi,” jelasnya.

Sebagai solusi, Christie menyarankan pemerintah dan sektor swasta untuk aktif melibatkan penyandang disabilitas dalam perencanaan dan evaluasi infrastruktur. Konsultasi langsung dengan komunitas disabilitas dianggap penting agar solusi yang diambil benar-benar tepat sasaran. Selain itu, pelatihan mengenai desain universal bagi arsitek dan pembuat kebijakan juga menjadi hal krusial.

Workshop ini turut dihadiri oleh perwakilan maskapai TransNusa, pengelola bandara, serta organisasi penyandang disabilitas. Mereka menyepakati pentingnya inovasi di sektor transportasi, terutama penerbangan, agar lebih inklusif, misalnya dengan menyediakan pelatihan petugas bandara dan fasilitas pendukung seperti kursi roda tambahan.

Christie menutup dengan harapan optimis bahwa Indonesia mampu menjadi negara yang inklusif jika semua pihak mau belajar dan bekerja sama.

“Dengan belajar dari Jepang dan Singapura serta mendengar suara kami yang hidup dengan disabilitas, Indonesia bisa menciptakan ruang yang ramah bagi semua,” pungkasnya. (Restu)

Sumber: Tribun News