Kementerian Keuangan Pastikan Penyesuaian PPN Tidak Bebani Transaksi QRIS
Penyesuaian PPN 12% tidak berpengaruh pada transaksi QRIS, sesuai pernyataan Kemenkeu.
KamiBijak.com, Infosiana - Kementerian Keuangan baru-baru ini menjelaskan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen tidak akan memengaruhi kemudahan transaksi dengan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi tanpa menambah beban bagi konsumen digital. Lalu, bagaimana mekanisme ini bekerja?
PPN 12 Persen: Dampaknya pada Pembayaran Digital
Penjelasan dari Kementerian Keuangan
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menjelaskan bahwa beban PPN pada transaksi QRIS sepenuhnya ditanggung oleh merchant. Artinya, konsumen yang menggunakan QRIS tidak akan dikenai tambahan biaya akibat kenaikan tarif ini.
“Beban PPN atas transaksi via QRIS sepenuhnya ditanggung oleh merchant (pedagang). Kebijakan ini sudah berjalan sejak tahun 2022 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022,” ujar Febrio.
Mengapa QRIS Tetap Aman?
QRIS dirancang sebagai alat pembayaran digital yang efisien, menghubungkan merchant dan konsumen dengan nilai transaksi yang transparan. Sebagai contoh, pada tahun 2023, jumlah transaksi melalui QRIS meningkat lebih dari 200%, menunjukkan adopsi yang tinggi di kalangan masyarakat Indonesia. Meskipun tarif PPN meningkat, mekanisme pajak ini telah diatur sehingga dampaknya tidak membebani konsumen langsung. Sebagai tambahan, metode pembayaran lain seperti kartu debit, e-money, atau kartu kredit juga tidak akan terpengaruh oleh kenaikan tarif ini.
Reaksi Publik terhadap Kebijakan Kenaikan PPN
Kekhawatiran Masyarakat
Walaupun Kementerian Keuangan memastikan transaksi digital tetap aman, sebagian masyarakat menolak kenaikan tarif PPN ini. Mereka beralasan bahwa kenaikan ini dapat meningkatkan biaya hidup sehari-hari, terutama untuk barang-barang yang tidak termasuk dalam kategori kebutuhan pokok. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan memperlambat pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Mereka khawatir bahwa daya beli akan menurun, terutama di tengah pemulihan ekonomi yang belum sepenuhnya stabil. Beberapa kelompok bahkan meminta Presiden Prabowo Subianto untuk meninjau kembali kebijakan ini.
Penjelasan Tambahan dari Pemerintah
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa kenaikan PPN ini bersifat selektif, hanya berlaku untuk barang dan jasa tertentu yang dikategorikan sebagai barang mewah, seperti perhiasan, kendaraan bermotor mewah, dan properti premium. Dengan demikian, kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari tetap terlindungi.
Implikasi dan Harapan
Kebijakan penyesuaian PPN menjadi 12 persen menimbulkan tantangan sekaligus peluang. Tantangannya adalah memastikan komunikasi kebijakan ini dapat diterima masyarakat dengan baik. Pemerintah perlu memberikan edukasi yang intensif untuk meminimalkan resistensi publik.
Di sisi lain, kenaikan PPN diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap penerimaan negara. Dana yang terkumpul dapat digunakan untuk mendukung program-program pembangunan infrastruktur dan layanan publik yang lebih baik.
Kesimpulan
Penyesuaian tarif PPN menjadi 12 persen, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025, dipastikan tidak berdampak pada transaksi menggunakan QRIS dan metode pembayaran digital lainnya. Menurut data dari Kementerian Keuangan, sejak 2022, transaksi QRIS telah menunjukkan peningkatan stabil tanpa pengaruh dari kebijakan PPN, yang semakin menguatkan efektivitas sistem ini. Kebijakan ini, meskipun menuai pro dan kontra, diharapkan dapat mendukung perekonomian negara tanpa membebani masyarakat luas. Mari kita terus memantau implementasi kebijakan ini dan dampaknya ke depan. (Restu)
Sumber: Merahputih.com
Saksikan video lebih lanjut di YouTube