Pria Disabilitas di NTB Jadi Tersangka Rudapaksa, Disorot Hotman Paris dan Anggota DPR
Pria disabilitas NTB jadi tersangka rudapaksa, disorot Hotman Paris. Apakah keadilan bisa terwujud dalam kasus ini?
KamiBijak.com, Infosiana - Kasus yang menimpa Agus Buntung, seorang penyandang disabilitas di NTB, menjadi perhatian nasional. Kondisi Agus yang tak memiliki dua tangan justru menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin ia bisa melakukan rudapaksa?
Pria Disabilitas di NTB Jadi Tersangka Rudapaksa, Disorot Anggota DPR RI dan Hotman Paris
Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), mendadak menjadi sorotan nasional setelah seorang pria disabilitas bernama Agus Buntung, seorang mahasiswa semester tujuh yang dikenal masyarakat sekitar, ditetapkan sebagai tersangka kasus rudapaksa terhadap dua mahasiswi. Kasus ini terjadi di salah satu homestay di Mataram dan menarik perhatian karena kondisi fisik Agus yang membuat banyak pihak meragukan tuduhan tersebut. Kondisi Agus yang tidak memiliki dua tangan dinilai tidak mungkin melakukan tindak kekerasan seksual. Pernyataan dari pengacara kondang Hotman Paris dan Anggota DPR RI Ahmad Sahroni turut memanaskan situasi, mempertanyakan logika di balik penetapan status tersangka bagi Agus.
Sorotan Kasus Pria Disabilitas Ditersangkakan Rudapaksa
Kasus yang menimpa Agus Buntung memicu banyak reaksi setelah viral di media sosial. Agus adalah seorang penyandang tunadaksa tanpa dua tangan, dan penetapannya sebagai tersangka rudapaksa terhadap dua wanita di salah satu homestay di Mataram telah menuai kritik dari publik. Hotman Paris bahkan mempertanyakan bagaimana mungkin seorang disabilitas dalam kondisi seperti itu mampu melakukan tindakan kekerasan seksual.
Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Reserse Kriminal Umum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, mengungkapkan bahwa kekerasan seksual yang dilakukan Agus bukan dengan tindakan fisik, melainkan dengan manipulasi psikologis dan tekanan emosional terhadap korban. "Dia menggerakkan seseorang untuk mau melakukan tindakan yang dia kehendaki sehingga orang kemudian tergerak," jelas Pujawati. Hal ini mengindikasikan adanya unsur manipulasi atau intimidasi yang mengakibatkan korban tidak kuasa menolak keinginan tersangka.
Namun, Agus sendiri dalam pernyataan yang beredar di media sosial menampik tuduhan tersebut. Dalam video singkat, Agus menjelaskan bahwa dalam kesehariannya ia bahkan masih harus dibantu orang tuanya untuk mandi, makan, hingga berpakaian. "Kok bisa saya dibilang rudapaksa, bagaimana cara mau kayak gitu, sedangkan saya masih sama orang tua," ujar Agus dengan nada bingung.
Hasil Pemeriksaan dan Reaksi Masyarakat
Dirkrimum Polda NTB Kombes Pol Syarief Hidayat menjelaskan bahwa penetapan Agus sebagai tersangka dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan lima saksi dan dua saksi ahli. Hasil visum korban menunjukkan adanya luka lecet di bagian intim, yang menjadi salah satu bukti dalam kasus ini. Kombes Pol Syarief juga menambahkan bahwa para saksi ahli memberikan pendapat yang mendukung adanya indikasi kekerasan seksual, meskipun banyak pihak meragukan kredibilitas bukti tersebut mengingat kondisi fisik Agus. Kombes Pol Syarief menambahkan bahwa Agus diduga merudapaksa korban dalam keadaan terpengaruh minuman keras dan balas dendam akibat bullying yang ia alami sejak kecil.
Meskipun bukti visum menunjukkan adanya tanda kekerasan, banyak pihak meragukan apakah Agus benar-benar bisa melakukan tindakan tersebut mengingat keterbatasannya secara fisik. Tak hanya Hotman Paris, Anggota DPR RI Ahmad Sahroni juga turut memberikan pernyataan skeptis terkait kasus ini. "Ini beneran gak sih kejadian di Polda NTB? Disabilitas yang tidak memiliki tangan apa iya bisa memperkosa?" tulis Ahmad Sahroni di akun Instagram pribadinya.
Hotman Paris Siap Membantu Agus Mendapat Keadilan
Hotman Paris menyatakan ketidakpercayaannya terhadap kasus ini, mengingat kondisi Agus yang tak mungkin melakukan kekerasan fisik. Pengacara terkenal ini bahkan menawarkan bantuan hukum melalui tim Kuasa Hukumnya, Hotman 911. "Kasian, makan, mandi, buang besar pun dibantu, gimana dia mau perkosa mahasiswi? Gak masuk akal," tulis Hotman di Instagram.
Dia juga meminta agar Agus menghubungi timnya untuk mendapatkan keadilan. Tindakan Hotman ini didorong oleh rasa empatinya terhadap kondisi Agus yang tak berdaya, namun menghadapi ancaman hukuman yang berat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Agus diancam hukuman hingga 12 tahun penjara atau denda sebesar Rp 300 juta.
Reaksi dari Netizen dan Analisis Kasus
Kasus ini memancing diskusi luas di kalangan warganet. Banyak yang meragukan penetapan Agus sebagai tersangka karena kondisi fisiknya. Sebagai contoh, seorang pengguna media sosial menulis, "Bagaimana mungkin seseorang tanpa kedua tangan melakukan tindakan seperti itu? Ada yang tidak masuk akal di sini." Komentar lain menyatakan, "Jika makan dan mandi saja dibantu, bagaimana dia bisa melakukan kekerasan seksual? Harus ada investigasi lebih lanjut." Reaksi-reaksi ini mencerminkan skeptisisme publik terhadap tuduhan yang dialamatkan kepada Agus.
Pihak kepolisian mengaku sudah menghadirkan ahli dalam pemeriksaan untuk meningkatkan status Agus dari saksi menjadi tersangka. Namun, hal ini justru menambah kebingungan publik, mengingat bukti yang ada dinilai tidak cukup kuat untuk menyatakan bahwa Agus bersalah. Sebagian masyarakat menilai bahwa kasus ini perlu ditinjau kembali agar tidak terjadi ketidakadilan terhadap penyandang disabilitas.
Kesimpulan: Keadilan untuk Semua Pihak
Kasus Agus Buntung menyoroti bagaimana perlakuan terhadap penyandang disabilitas dalam sistem peradilan. Meskipun hukum harus ditegakkan, keadilan juga harus diperhatikan bagi semua pihak, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik. Kesediaan Hotman Paris untuk membantu Agus merupakan langkah yang positif, namun kasus ini tetap membutuhkan penanganan yang lebih transparan dan adil agar tidak ada pihak yang dirugikan. Untuk memastikan transparansi, pihak berwenang sebaiknya melibatkan lembaga independen untuk mengawasi proses investigasi. Selain itu, memberikan akses lebih luas kepada ahli yang kredibel dan mendokumentasikan setiap langkah penyelidikan secara terbuka dapat membantu menciptakan kepercayaan publik.
Apakah kasus ini akan berujung pada keadilan bagi Agus atau justru semakin memperkeruh keadaan? Masyarakat dan publik menantikan perkembangan terbaru yang diharapkan bisa memberikan gambaran lebih jelas mengenai kebenaran yang terjadi. (Restu)
Sumber: tribunnews.com