KabarBijak

Tuntutan Kuota 10 Persen Penyandang Disabilitas di Parlemen Demi Demokrasi Inklusif

Tuntutan kuota 10% disabilitas di parlemen untuk demokrasi inklusif, setara, dan adil.

987  views

KamiBijak.com, Infosiana - Baru-baru ini, aktivis disabilitas menyerukan tuntutan kuota 10 persen di parlemen agar kebutuhan mereka lebih didengar dan diperhatikan dalam kebijakan publik. 

Kuota 10 Persen Penyandang Disabilitas di Parlemen: Tuntutan untuk Demokrasi Inklusif

Beberapa aktivis disabilitas mempertanyakan ketidakhadiran kuota penyandang disabilitas di parlemen Indonesia. Salah satunya adalah Abdul Majid, Ketua LSM Lira Disability Care (LDC) Sidoarjo, yang mengungkapkan keresahannya dalam surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada 8 November 2024. Dalam suratnya, selain menyampaikan selamat atas pelantikan mereka, ia mengutarakan harapan agar hak-hak penyandang disabilitas diakui, khususnya dalam hal keterwakilan legislatif.

Ketimpangan Representasi di Parlemen

Abdul Majid mengungkapkan, meskipun penyandang disabilitas memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik, representasi mereka di parlemen masih sangat minim. Hal ini menjadi permasalahan mendasar yang harus segera diatasi.

"Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik dan pengambilan keputusan yang memengaruhi hidup mereka. Namun, hingga saat ini, representasi mereka di lembaga legislatif masih sangat minim," tegas Majid.

Ia menekankan bahwa kuota 10 persen sangat penting untuk menciptakan sistem demokrasi yang lebih adil dan inklusif. Dengan perwakilan yang memadai, kebijakan yang memengaruhi kehidupan penyandang disabilitas akan lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.

Langkah-Langkah Konkret untuk Memenuhi Kuota

Majid mengusulkan langkah-langkah konkret untuk mencapai tujuan ini, termasuk memperbarui peraturan yang berpihak pada penyandang disabilitas dan menerapkan kebijakan afirmasi yang mendukung keterwakilan mereka. Di beberapa negara, kebijakan afirmasi telah digunakan untuk memberikan kesempatan yang lebih adil bagi kelompok marginal.

Ia juga menekankan pentingnya harmonisasi peraturan perundang-undangan, seperti UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Penyandang Disabilitas. "Harmonisasi ini akan memastikan partisipasi aktif penyandang disabilitas dalam politik," ujarnya.

Harapan untuk Kolaborasi

Majid berharap pemerintah dapat mendukung inisiatif ini dengan kebijakan yang nyata. Kolaborasi antara pemerintah dan organisasi disabilitas akan membawa dampak positif, tidak hanya untuk penyandang disabilitas tetapi juga dalam upaya mewujudkan keadilan sosial di Indonesia. (Restu)

Sumber: Liputan6.com

Saksikan video lebih lanjut di YouTube